Pagi ini, untuk sekian kalinya aku mempersiapkan keperluan suamiku yang akan ke luar kota karena tugas negara :p bersama salah satu stafnya di perusahaan. Pikiranku sesaat bercabang-cabang mempersiapkan pakaian, gadget, laptop, sarapan, sepatu, yang tentunya beberapa persiapan tersebut ada pre persiapannya, seperti memanaskan nasi, sayur, lauk dan menyemir sepatu. Aku merasa kesepian, walau memang beberapa kali sepagi ini, suamiku harus berangkat ke luar kota. Mungkin hal ini disebabkan sudah tambah waktu kami bersama dalam keluarga kecil kami, apalagi bayi kami yang beberapa bulan lagi akan lahir, sudah cukup aktif merespon ketukan jahil bundanya :p , namun tampaknya masih malu-malu untuk beraksi ketika ayahnya mendekatkan telinga atau memegang perutku.
Ya, setelah pernikahan kami, begitu banyak hal-hal yang telah kulewati dan kurasakan bersama suamiku. Ada suka dan duka. Kok duka ? ya jujur saja, ada masa transformasi dari status “single” ke “double” (menikah maksudnya), yaitu meliputi segala kewajiban dan kebiasaan yang notabene harus mendapatkan ijin (baca : ridho) dari suami ku tercinta. Tapi memang harus begitu, agar ridho Allah swt (bismillah) menghampiriku (dan tentu suamiku yang sangat menyayangiku).
Semakin hari aku semakin terkejut, sosok “seperti itu” kah dulu yang tak pernah aku bayangkan menjadi suami ku. Dulu, berbagai kriteria kupajang di hatiku, terhadap sesosok pendamping hidup yang aku belum / tak tahu siapa, atau bahkan mungkin ada sample-sample yang bertebaran di lingkungan kampus ku. Namun yang ada hanya menjadi penyakit hati. Dan bersama suamiku, aku membuktikan dalam hidupku bahwa jangan menjustifikasi buku hanya dari bungkusnya. Ya kini “orang itu” adalah salah satu guru terbaik dalam hidupku, mengajarkan ku hal-hal sederhana namun dapat mempengaruhi sah atau tidaknya ibadahku, terutama ibadah wajibku. Menghantarkan aku untuk lebih mendekat dengan teladan kami, Rasulullah saw, mengajarkan aku untuk lebih memikirkan secara “serius” apakah Allah swt ridho atau tidak pada ku. Ya setidaknya upaya-upaya yang mungkin selama ini, aku membiarkannya dan terhadap hal yang belum aku ketahui, aku jarang mencari tahu. Alhamdulillah…
Semoga hati suamiku dan aku berlumur pekat cahaya hidayah dan istiqomah yang tak akan pernah luntur seiring jatah hidup kami yang setiap waktu berkurang di dunia ini.
Menjadi manfaat yang sebesar-besarnya untuk agama, keluarga dan orang lain… (dan berdoa tentang hal lainnya untuk jadi lebih baik dan baik)… Aamiin ya Robbal ‘Aalamiin
Foto di Hari Pernikahanku, bersama Budhe dan Pakdhe